Pages

Review Film: Life of Pi

Selasa, 11 Desember 2012
Tadi aku melancarkan aksiku yang jelas salah, yaitu bolos kuliah demi nonton film di bioskop. Mata kuliah yang kutinggalkan ini merupakan momok untuk semester ini karena merupakan yang ter-tidak mudah di antara mata kuliah lainnya. Entah kenapa semester ini spirit keberbahasacina-anku menurun drastis. Bukan karena aku merasa salah masuk jurusan, bukan. Tapi karena agak muak dengan sistem pembelajaran yang bagiku seperti anak kecil itu.

Ok, sebenarnya bukan itu yang mau kubahas. Film yang kutonton bukan film sembarang sehingga aku rela bolos. Film ini berjudul Life of Pi  karya sutradara favoritku yaitu Ang Lee. Diadaptasi dari novel Yann Martel.


Singkat saja. Film ini menceritakan tentang kehidupan Pi Patel, seorang bocah yang selalu antusias dengan rasa ingin tahunya yang besar. Pi menganut 3 agama sekaligus, yaitu dilahirkan sebagai Hindu, tumbuh remaja dengan mengagumi Yesus Kristus, dan mengagungkan suara adzan dengan memeluk Islam juga. Pi memandang bahwa Tuhan dalam setiap agama saling berhubungan. Hal ini terlihat ketika Pi berterimakasih kepada Dewa Wisnu karena telah mengenalkan Yesus kepadanya.

Ayah Pi merupakan seorang pengusaha hotel dan kebun binatang di wilayah konsesi Perancis di India. Di film ini, visualisasi kebun binatang dibuat sedemikian damai dan indah sehingga tampak terlihat makmur kehidupan keluarga Patel. Ayah Pi merupakan penderita polio dan menganggap bahwa Tuhan telah dikalahkan teknologi dan sains. Karakter Ayah Pi sangat keras dengan pendekatan mendidik secara empiris kepada kedua putranya Pi dan Ravi, kakaknya.


Sedangkan ibu Pi merupakan wanita yang ahli di bidang pertanian. Sikapnya lembut dan penyayang. Ia yang menceritakan kisah para dewa kepada anak-anaknya. Ibu Pi mengajarkan bahwa walaupun teknologi dan sains berkembang pesat, tapi itu semua tidak memperkaya hati.

Hebatnya, kedua orangtua Pi sangatlah demokratis. Hal ini terlihat dari adegan ketika Pi ingin dibaptis.  Mereka hanya diam dan tertawa. Ketika ayahnya melihat Pi shalat pun ia hanya diam dan tidak marah.


Pi remaja pun diceritakan jatuh cinta dengan temannya di kelas menari yang bernama Andani. Kisah mereka berdua singkat dan berakhir dengan kepindahan keluarga Patel ke Kanada beserta binatang-binatang mereka.




Nah, konflik mulai muncul ketika kapal mereka karam dan akhirnya Pi berada dalam satu kapal bersama seekor zebra, orangutan, hyena dan macan. Akhirnya yang tersisa hanya Pi dan macan yang awalnya saling waspada dan menyerang.


Penasaran kan?

Pokoknya ini merupakan salah satu film terbaik yang pernah kutonton yang dimana aku ga nyesel bolos kuliah #ups

Mulai dari efek visualisasi, akting pemain, tata musik semuanya dikemas apik dibawah arahan Ang Lee. Dan tentunya film ini sarat makna dan penuh simbolisasi. Setiap kepala tentunya punya persepsi masing-masing di otak mereka mengenai sorotan film ini.

Bagiku ini merupakan film dari simbolisasi pluralisme. Dengan Pi sebagai seorang pluralis dan macan sebagai anti-pluralis. Ada adegan dimana ketika badai besar datang dan menghantam sekoci mereka, macan yang awalnya selalu bersembunyi di balik penutup sekoci dan Pi yang memilih untuk menghadapi badai dan hujan merupakan adegan yang paling menyentuh bagiku. Pi berkata, "Ayo lihatlah dan hadapilah Ia! Jangan terus bersembunyi!", ujarnya sambil membuka penutup sekoci sehingga si macan juga terkena gempuran omak.
"Tuhan, Kau telah mengambil ibu, ayah dan Ravi! Apa yang kau mau!!?".

Pi berkata bahwa dengan keraguan itu maka akan semakin memperkaya iman kita. Dengan keraguan iman kita akan semakin kuat.

Dan ini nih quotes kerennya:

Seorang penulis bilang, “They said you can make me believe in God”. 
Pi membalas, “I can only tell my story, what you believe is up to you”.

___________________________________________