Pages

Selasa, 09 Juli 2013
Sejujurnya aku agak bosan dengan segala sikap "para-para" yang tidak dapat menahan egonya untuk tampil di forum. Isi perkataan mereka kopong, dangkal dan tidak dalam. Zonk.

Selama ini "para-para" itu hanya mempertontonkan keahlian dalam bicara. Jago sekali mendramatisir suasana sehingga hal remeh yang tidak perlu semua orang tau, menjadi suatu hal yang gawat darurat. Mereka kadang bingung memisahkan antara benang satu dengan yang lainnya sehingga berbelit dan menjadi kusut.

Jika diibaratkan, anggaplah ada beberapa biji telur yang terindikasi telur ayam, bebek, dan burung. Janganlah itu semua digabungkan dalam satu keranjang lalu dijual ke pasar. Nanti penjual bisa kelabakan ketika pembeli ingin membeli telur tertentu. Apalagi jika penjual ini tidak dapat membedakan yang mana telur ayam, bebek dan burung.

Begitu jugalah dalam sebuah permasalahan. Kita tidak dapat menyatukan masalah satu-dua orang menjadi masalah untuk keseluruhan orang, walaupun mereka semua bernaung di bawah nama yang sama.

Kita semua mungkin lupa di balik "penodongan" kesalahan terhadap orang lain juga mengandung kesalahan kita sendiri. Rupanya mereka lupa untuk selalu introspeksi diri dan bercermin apakah sudah pantas dan apakah mereka sudah sebaik-baiknya manusia.

Dan terkait dalam pendramatisir suasana, mungkin "para-para" itu terlalu banyak melahap sinetron di tv. Manusia modern produk metropolitan rupanya sangat jago sekali dalam meninggi-rendahkan nada ketika menghakimi orang lain. Entah sinetron mana yang sedang ditiru, mungkin sinetron hidayah di mana ada ustadz yang sedang menghakimi pasangan yang tertangkap berzinah. Kurang lebih dialognya begini:

"Ayo kita habisi makhluk pezinah ini! Mereka mencoreng nama agama dan nama baik kampung sini!"

Dan itu sama persis seperti di forum-forum yang penuh dengan ego untuk menghakimi dan merasa yang paling benar.

Ah, tahukah kalian (pembaca yang terdampar di blog ini) bahwa pada dasarnya aku lelah untuk terjebak pada semua sikap saling menghakimi itu. Maka aku hanya diam dan menunduk tanpa harus merasa ikut bicara.

Aku merasa sudah terlalu tua untuk meletup-letup dalam menggelontarkan kalimat non-ilmiah non-produktif itu. Juga merasa terlalu muda untuk langsung menyalahkan orang, merasa paling benar dan superior.

Dengan diam aku menemukan katarsis. Dengan diam aku dapat menjadi objektif selama forum berlangsung. Iya, diam saja.

Yovita Ayu Liwanuru (Miss Scuba Indonesia 2012) : “Kontribusi itu Sederhana”

Bergabung dalam ajang Miss Scuba Indonesia 2012, bukan tanpa alasan bagi Yovita Ayu Liwanuru, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2009, FISIP UI ini. Ia meraih prestasi yang membanggakan bagi Indonesia karena mendapatkan predikat Runner Up 1 Miss Scuba International 2012 yang diadakan di Bali pada bulan November tahun lalu.

Saat diwawancara SUMA UI (25/4), Yovita menceritakan pengalaman pertamanya mencoba olahrag air itu. Ia memiliki alasan utama untuk tertarik pada olahraga scuba diving itu diawali dengan melihat foto-foto underwater dari para fotografer bawah laut ternama Indonesia.

“ Aku langsung jatuh cinta sama keindahan alam bawah laut yang ada di foto-foto itu. Aku pun langsung berpikiran kenapa gak aku menikmati keindahan itu dengan mata kepala sendiri?”, ujar dara kelahiran Jakarta, 28 September 1991 ini. Setelah tertunda beberapa lama, pada tahun 2011, Yovita mengambil diving license di Bali. Ia mengaku excited pada pengalaman pertamanya pada saat turun pertama kali ke laut dan merasa ketagihan hingga sekarang.

Ia berbagi pengalaman pada saat mengikuti ajang Miss Scuba International 2012 yang menurutnya sangat tidak terlupakan. Ia merasa excited sekaligus gugup karena mewakili Indonesia pada Miss Scuba International 2012. Karena itu persiapan yang dilakukan pun sungguh serius untuk menampilkan yang terbaik, seperti menambah wawasan akan dunia diving, konservasi laut, diving skill, hingga ke persona talent.  “ Dan ternyata ketakutan-ketakutanku itu hanya di pikiranku saja. Miss Scuba International seru banget! Pengalaman yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidup”, ceritanya.


Bertemu dengan teman-teman baru, mulai dari USA, Hungaria, sampai Latvia, di mana sama sekali tidak ada jarak dan perbedaan, membuat Yovita tidak merasa seperti berkompetisi karena saling mendukung satu sama lain layaknya keluarga. Peserta tentunya saling berbagi cerita akan alam di negara masing-masing, hingga sharing mengenai konservasi yang memang juga menjadi concern bagi Miss Scuba. Kemenangannya sebagai 1st Runner Up merupakan hadiah karena semua kontestan sangat kompeten. Kepada masyarakat Indonesia ia bersyukur dan berjanji untuk terus mempromosikan kekayaan alam bawah laut Indonesia ke masyarakat Indonesia sendiri dan dunia untuk ikut menikmati dan menjaganya bersama.

Yovita mengakui bahwa ia menikmati bertemu dengan biota-biota laut yang warna-warni, lucu, dan aneh-aneh di bawah sana. Indonesia memiliki spesies ikan dan terumbu karang yang sangat bervariasi dan memang sudah diakui di dunia. Ia menjelaskan bahwa titik selam di Indonesia  yang terhitung sampai sekarang mencapai 300 lebih. Setiap titik punya keunikan dan ciri-ciri biota yang bermacam-macam. “Jadi kalau ditanya di mana tempat menyelam di Indonesia yang paling bagus, pasti aku akan jawab tergantung ingin melihat apa. Kalau mau lihat penyu, datanglah ke Derawan dan beberapa tempat di Sulawesi. Kalau mau lihat whale sharks datanglah ke Papua. Kalau mau lihat binatang-binatang makro yang kecil-kecil dan unik, Alor dan Lembeh adalah surganya”, promosi anak pertama dari pasangan Frans Liwanuru dan Suswati Handayani ini.

Ketika ditanya mengenai kelestarian alam bawah laut yang  memang salah satu concern Miss Scuba Indonesia dan Internasional, Yovita menekankan bahwa kita manusia tidak hanya menikmati keindahan laut, tapi juga berkontribusi untuk menjaganya hingga generasi seterusnya. “ Sebenarnya gak muluk-muluk untuk sekedar kontribusi, sesederhana tidak membuang sampah ke laut kalau jika kita sedang jalan-jalan ke laut atau pantai”.

Ia juga menyarankan agar manusia harus pintar dalam mengonsumsi makanan laut karena ada yang sustainable dan ada yang tidak, seperti sup hisit (sup sirip ikan hiu). Hiu adalah salah satu makhluk laut yang harus dikasihani bagi Yovita. Pasalnya, waktu beranak dan dewasa ikan hiu lebih lama sedangkan manusia terus-terusan menangkap dalam jumlah besar hanya untuk diambil siripnya lalu dibuang lagi ke laut. Jika  populasi hiu terancam, tentunya ekosistem laut juga akan ikut terancam dan  bisa mempengaruhi manusia yang di ada darat. “ Ingat, bumi lebih dari 70 persennya adalah laut. Manusia, alias kitalah, yang pegang kendali akan kelestarian alam kita dan diri kita pun anak cucu kita”, pesannya.