Pages

Subuh Itu, Seperempat Jalan di Jembatan

Minggu, 08 April 2012

Subuh itu, seperempat jalan di jembatan
Sebuah ukuran mutlak antara jarak dan waktu
Langkahku terseok-seok lelah, kamu jauh disana, memunggungi matahari yang hampir terbit
Mengangkat kepala, angkuh; tak peduli pada sekitar

Subuh itu, seperempat jalan di jembatan
rambutmu kali ini lebih berantakan dari semalam
bajumu kusut tak karuan seperti habis beradu dengan penjahat
apa yang sudah mereka lakukan padamu kemarin malam?

Subuh itu, seperempat jalan di jembatan
Seperti biasa, sepedaku bicara sinis, “ Dapat berapa dia hari ini?”.
Aku hanya bisu, memikirkan sesakit apakah tubuhmu
Sesakit apa hatimu menghadapinya setiap malam?

Subuh itu, seperempat jalan dijembatan
Sepeda kumbangku menjelma menjadi pria cemberut
“ Bodoh, walaupun kedudukanku hanya sepeda jengki reot untuk mengantar dagangan kerupuk sialanmu itu, setidaknya aku lebih mulia di mata Tuhan dibandingkan jalang murahan seperti dia?”, ujarnya cemburu
Malas aku mendengarkan rutukannya itu setiap hari diwaktu yang sama, bisa gila nanti
Yang kutau seorang manusia saja tidak pantas untuk menghakimi manusia lain, apalagi sebuah sepeda

Ingin aku sekedar tersenyum, tapi senyummu sudah mati; kau terlalu kecewa
Kau tidak percaya akan hidup dan ingin menantangnya,
Aku mengerti, aku tau, aku paham sakitnya itu
Aku hanya ingin memberikan selimut, menutupi tubuhmu; agar kau terlindung, terselamatkan
Menaungimu dari semua yang keji terhadapmu, termasuk malam yang kamu jalani

Subuh itu, seperempat jalan di jembatan
Dengan akhir  yang sama: dipeluk oleh kepengecutanku
Sejak tahun lalu, sekarang dan seterusnya


(Asrama UI, Depok. 8 April 2012. Pukul 15.22)


0 komentar:

Posting Komentar